Senin, 25 Juli 2016

Proses Digitalisasi Di Indonesia

         Proses Digitalisasi Di Indonesia
 Indonesia berencana menghentikan siaran TV analog dan memulai digitalisasi TV di tahun 2018.Hal tersebut telah tercantum di dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air). Permerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) mengeluarkan Permen tersebut  untuk mengatur penataan dan persiapan awal migrasi dari sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital. Permen tersebut membuat kategori baru berupa Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPPM) yang menyalurkan beberapa program siaran melalui suatu perangkat multipleks dan perangkat transmisi kepada masyarakat si suatu zona layanan dan Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LPPPS) Yang mengelola program siaran untuk di pancarluaskan kepada Masyarakat di suatu wilayah layanan siaran melalui siaran atau slot dalam kanal frekuensi radio.
Dalam hal ini, Permen No. 22 tahun 2011 memiliki implikasi serius dalam penyelenggaraan televisi digital di Indonesia dan mengatur hal-hal yang belum diatur dalam undang-undang penyiaran sehingga memunculkan dualitas regulasi, yakni regulasi penyiaran analog dan penyiaran digital
digitalisasi sebetulnya menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan dan ketidakefisienan pada penyiaran analog khususnya dalam penggunaan frekuensi.
Akan tetapi, pemindahan sistem penyiaran dari analog ke digital tidak hanya persoalan teknologi semata, tetapi juga aspek ekonomi, sosial, hukum, dan juga politik, sehingga persoalan digitalisasi penyiaran di Indonesia perlu dilihat secara komprehensif. Di sana ada persoalan state interests, corporation interests, consumers interests, juga public
Dalam proses migrasi digitalisasi penyiaran itu sendiri meliputi beberapa aspek, yaitu:
·                     kebijakan simulcast dan switch off 
·                     mekanisme sosialisasi
·                     pengadaan set-top-box,
·                     ketersediaan pusat layanan informasi,
·                     kejelasan regulasi sebagai aturan main bila terjadi pelanggaran selama proses migrasi.
Sebagai bentuk pengimplementasian tersebut, pemerintah Indonesia, melalui Menteri Menkominfo mencanangkan programyang disebut roadmap. Roadmap adalah sebuah perencanaan konsep yang diusung pemerintah untuk menjalankan digitalisasi penyiaran dengan berbagai tahap. Roadmap infrastruktur TV digital disusun sebagai peta jalan bagi implementasi migrasi dari sistem penyiaran televisi analog ke digital di Indonesia. Peta jalan ini dimulai sejak awal tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2018.
Secara garis besar, tahapan atau roadmap digitalisasi penyiaran di Indonesia sudah dimulai pada tahun 2003 dengan melakukan berbagai kajian. Pada tanggal 21 Maret 2007, Menkominfo menerbitkan Peraturan Menteri No. 07 Tahun 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak. Keputusan itu menetapkan standar DVB-T sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial tidak bergerak di Indonesia. Selanjutnya pemerintah membentuk tiga kelompok kerja untuk menyiapkan pilot project televisi digital, yang terdiri dari
·                     Working Group Regulasi Sistem Penyiaran Digital 
·                     Working Group Master Plan Frekuensi Digital 
·                     Working Group Teknologi Peralatan

Karekteristik Digitalisasi Media Televisi.


Kualitas gambar dan suara
pada sistem penyiaran Digital gambar dan suara lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang mampu mengatasi efek lintas jamak (multipath) yang menimbulkan echo atau gaung yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan).
  
Penyiaran televisi digital menawarkan kualitas gambar yang sama dengan kualitas DVD, bahkan stasiun-stasiun televisi dapat memancarkan programnya dalam format 16:9 (layar lebar) dengan Standard Definition (SD) maupun High Definition (HD). Kualitas suara pun mampu mencapai kualitas CD Stereo, bahkan stasiun televisi dapat memancarkan suara dengan Surround Sound (Dolby DigitalTM).
Efisiensi spektrum/kanal
Teknologi siaran televisi digital lebih efisien dalam pemanfaatan spektrum dibanding siaran televisi analog. Secara teknis, pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk siaran televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital sehingga tidak perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF maupun UHF. Sedangkan lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6, artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital untuk lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplex dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang berbeda tentunya. Dengan keunggulan ini, keterbatasan jumlah kanal dalam spektrum frekuensi siaran yang menjadi penghambat perkembangan industri pertelevisian di era analog dapat diatasi dan memungkinkan munculnya stasiun-stasiun televisi baru yang lebih banyak dengan program yang lebih bervariasi.

 
Tahan perubahan lingkungan
Siaran televisi digital terestrial memiliki ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile TV), misalnya di kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog saat ini.

Hambatan Dan Kendala dalam Proses Digitalisasi Televisi
·                     Kendala operasional dalam proses migrasi total dari teknologi analog menuju digital terkait dengan kesiapan mayoritas penonton televisi di Indonesia yang masih menggunakan televisi analog (receiver konvensional)..
·                     secara teknis terkadang masih muncul gangguan siaran berupa cliff effect dan blank spot dalam proses siaran digital. Cliff effect dan blank spot adalah ketidakstabilan penerimaan sinyal digital yang lemah sehingga menyebabkan siaran terputus-putus/patah-patah atau bahkan tdak ada gambar jika pesawat televisi tidak memperoleh sinyal sama sekali.
·                     bagi lembaga pengelola penyiaran, dalam jangka pendek, digitalisasi juga mengakibatkan kerugian secara teknis. kerugian berasal dari pemancar televisi lama yang tidak dapat digunakan. Pascamigrasi digital, seluruh materi siaran akan dipancarkan oleh lembaga penyiaran multipleksing. Alhasil, pemancar televisi lokal otomatis tidak digunakan lagi.
·                     teknologi penyiaran digital juga menuntut keahlian khusus penggunanya dalam mengoperasikan alat, termasuk memperbaiki jika ada kerusakan. Keahlian dalam kaitan ini sangat terkait dengan sumber daya manusia yang harus mengikuti dan mampu bersinergi dengan digitalisasi. Media penyiaran yang kelak seluruhnya menggunakan platform digital juga harus dipahami oleh operator-operator yang notabene secara teknis saat ini masih banyak mengoperasikan teknologi analog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar